Translate

Minggu, 21 Oktober 2012

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


Bab I
Pendahuluan
A.   Latar belakang
Setiap organisme baik manusia maupun hewan pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
B.   Rumusam masalah
1.      Bagaimana perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik?
2.      Bagaimana Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif?
3.      Bagaimana Perkembangan sosial dan perilaku afektif?
4.      Bagaimana Perkembangan moral dan kepribadian?
C.   Tujuan
1.      Mengetahui perkembangan fisik dan perilaku psikomotorik.
2.      Mengetahui Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif.
3.      Mengetahui Perkembangan sosial dan perilaku afektif.
4.      Mengetahui Perkembangan moral dan kepribadia.














Bab III
Pembahasan
A.   Perkembangan Fisik dan Perilaku
1.      Perkembangan Fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
Perkembangan fisik ini mencakup aspek-aspak anatomis dan fisiologis.
a.       Perkembangan Anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan.
b.      Perkembangan Fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan.
2.         Perkembangan Perilaku Psikomotorik
Perilaku psikomotorik memerlukan koordinasi fungsional antara neuronmuscular system (persyarafan dan otot) dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif).
Loree (1970 : 75) menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus di kuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).
Dua prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah (1) bahwa perkembangan itu berlangsung dan yang sederhana kepada yang kompleks, dan (2) dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus` dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements).
B.   Perkembangan Bahasa dan Perilaku Kognitif
1.      Perkembangan Bahasa
a.      Indikator Perkembangan Bahasa 
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Dengan bahasanya manusia:
a.       Mengkodifinasikan, mencatat, dan menyimpan berbagai hasil pengalaman, pengamatan (observasi)-nya berupa kesan dan tanggapan (presepsi), informasi, fakta dan data konsep atau pengertian (cocept dan ideas), dalil atau kaidah atau hukum (principles) sampai kepada bentuk ilmu pengetahuan (body of knowledge) dan sisitem nilai (value system.
b.      Mentransformasikan dan mengolah berbagai bentuk informasi dengan melalui proses berpikir dan dengan mempergunakan kaidah-kaidah logika (difernsiasi, asosiasi, proporsi, atau komarasi, kausalitas, prediksi, konklusi, generalisasi, interprestasi dan interferensi) dalam rangka pemecahan masalah (problem solving) dan mencari, mengkreasikan dan menemukan hal-hal baru.
c.       Mengkoordinasikan dan mengekspresikan cita-cita, Sikap, penilaian dan penghayatan (etis, estetis ekonomis, social, politis, religious, dan cultural).
d.      Menkomunikasikan ( menyimpan dan menerima) berbagai informasi buah pikiran, opini, sikap, penilaian, aspirasi, kehendak, dan rencana kepada orang lain.
Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman
 b. Pengembangan Perbendaharaan kata-kata,
c. Penyusunan Kata-kata menjadi kalimat
d. Ucapan
b.      Proses Perkembangan Bahasa
Para ahli sependapat bahwa pembentukan bahasa pada anak-anak sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor latihan dan motivasi (kemauan) untuk belajar dengan elalui proses conditioning dan  reinforcement (Lefrancois, 1975)
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun; sementara yang “sociaized speech” mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment).
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
a.  Faktor Kesehatan
b.  Inteligensi Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya.
c.  Status Sosial Ekonorni Keluarga
d.  Jenis kelamin (Sex
e.    Hubungan Keluarga
2. Perkembangan Perilaku dan Fungsi-Fungsi Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976).
Perkembangan bahasa dan perilaku kognitif terdapat hubungan yang sangat erat.
Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut Loree (1970:77) dapa dideskrisikan menjadi 2 cara ialah secara kualitatif dan kuantitatif.
a.       Perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif
Perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan basil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dan sampai ke tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970:78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat ditafsirkan antara lain sebagai berikut.
1)  Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai ,masa remaja awal, setelah itu kepesatan nya berangsur menurun.
2) Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja akhir (sekitar usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis sampai usia 50 tahun, setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya berangsur menurun (deklinasi).
3) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.


b.      Perkembangan Perilaku Kognitif Secara Kualitaif
Piaget membagi proses perkembangan fungsi dan peri itu ke dalam empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda.
1) Sensorimotor period (0,0 - 2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik (dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Perilaku kognitif tampak antara lain:
(a) menyadari dirinya berbeda dan benda-benda sekitarnya;
(b) sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya;
(c) mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik;
(d) mendefinisikan objek/benda dengan manipulasinya;
(e) mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
2)   Preoperational. period (2,0 - 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 - 7,0). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Periode intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah (selancar). Perilaku kognitif yang tampak antara lain:
(a) Self-centered dalam memandang dunianya;
(b) Dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya;
(c) Dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria tertentu;
(d) Dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan dua benda yang tidak her sentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.
3) Concrete erational (7,0 - 11 or 12,0)
Tiga kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah: mengklasifikasikan angka-angka atau bilangan. Dalam periode mi anak mulai pula mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode ini ialah kemampuannya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.
4) Formal operational period (11,0 or 12,0 - 14,0 or 15,0)
Periode ini ditandai dengan kernampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Perilaku kognitif yang tampak pada kita antara lain:
(a) kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-     deductivethinking);
(b) kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada (a combinational analysis);
(c) kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang diketahui (proportional thinking);
(d) kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang beragam.
Tokoh lain yang melakukan studi terhadap masalah ini secara mendalam ialah Jerome Bruner (1966) ia membagi proses perkembangan perilaku kognitif ke dalam tiga periode ialah:
(a) enactive stage, merupakan suatu masa ketika individu berusaha memahami lingkungannya. tahap mi mirip dengan sensorimotor period dan Piaget;
(b) iconic stage, yang mendekati kepada preoperational period dan Piaget; dan
(c) symbolic stage, yang juga mendekati ciri-ciri formal operational peniode dan Piaget.
Dari telaahan kita terhadap perkembangan bahasa dan perilaku serta fungsi-fungsi kognitif itu, jelaslah mempunyai implikasi yang sangat penting bagi pengernbangan sistem dan praktik pendidikan seperti yang disarankan oleh Gage & Berliner (1975:375-378), antara lain para pendidik seyogianya mampu untuk melaksanakan hal-hal berikut:
(a) intellectual empathy;
(b) using concrete objects;
(c) using inductive approach;
(d) sequencing instruction;
(e) taking amount of fit of new experience;
(f) applying student self-regulation principles;
(g) developing cognitive values of interaction.

C.   Perkembangan perilaku sosial, Moralitas, dan Ke agamaan
1.      Perkembangan Perilaku Sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato.
a.       Proses Sosialisasi dan Perkembangan Sosial
Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial, dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhier mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama.
b.      Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson (Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi longitudinalnya terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
2.      Perkembangan Moralitas
a.       Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya.

b.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orang tuanya. Beberapa sikap orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan Perkembangan moral anak, di antaranya sebagai berikut.
1)       Kolsisten dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu ke pada anak.
2)       Sikap orang tua dalarn keluarga
Secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi) Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada din anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih sayang keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten
3)       Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua merupakan panut (teladan) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran agama.
4)       Sikap orangtua dalam menerapkan norma
Orang yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhka dirinya dan Perilaku berbohong atau tidak jujur.
c.       Tingkat dan tahapan perkembangan moralitas
1)         Tingatan moralitas
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
a) Orientasi kepatuhan dan hukuman
b)  Orientasi minat pribadi
Tingkat 2 (Konvensional)
a) Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
b) Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
a)  Orientasi kontrak sosial
b)   Prinsip etika universal
2)         Tahapan perkembangan moral
a)         Individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri.
b)         perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya
c)         seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial.
d)        penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat.
e)         individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak.
f)          penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal.
d.      Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya.
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba.


3.      Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Brightman (1956:17) lebih jauh menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas keberadaan  melainkan juga mengakuinya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta raya ini.
a.       Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan 
Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagarnaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatifl, mengalami perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai berikut.
1) Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai, antara lain oleh:
a) sikap keagamaan reseptif meskipun banyak ber anya;
b) pandangan ke-Tuhan-an yang anthropormorph (dipersonifikasikafi)
c) penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual;
d) hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat ego centric (memandang segala sesuatu dan sudut dirinya).
2)  Masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain, oleh:
a)   sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
b) pandangan dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dan eksistensi dan keagungan-Nya;
c)   penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3) Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, ialah:
a) masa remaja awal, yang ditandai, antara lain, oleh:
(1) sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang her agama secara hypocrit (pura-pura) yang peng akuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya;
(2) pandangan dalam hal ke-Tuhan-annya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mende ngar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain;
(3) pen ghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama mi dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
b) masa remaja akhir, yang ditandai, antara lain, oleh:
(1) sikap kembali, pada umumnya, ke arah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidup nya menjelang dewasa;
(2) pandangan dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya;
(3) penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik (saleh) dan yang tidak.
b. Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para ahli (Zakiah, Starbuch, dan lain-lain) juga sependapat bahwa meskipun tahapan proses perkembangan seperti di atas merupakan gej ala yang universal, namun terdapat variasi yang luas, pada tingkat individual maupun pada tingkat kelompok (keluarga, daerah, aliran, paham) tertentu. Peranan lingkungan keluarga sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan (Zakiah Daradjat, 1970:4-102).
D.   Perkembangan Perilaku Afektif , Konatif , dan Kepribadian
1.      Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan manusia itu berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar biologis) sampai kepada yang bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi dengan lingkungannya.
2.      Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks dan getaran jiwa yang menyertai atau muncul sebelum /sesudah terjadinya perilaku.
Aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman emosional itu (the response variable).
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
b. Emosi psikis, di antaranya adalah:
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai balk dan buruk atau etika moral.
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
5) Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan, dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
3. Perkembangan Kepribadian
a.  Pengertian Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dan Bahasa Inggris yaitu istilah personality secara etimologis berasal dan bahasa Latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus).
Kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tamj alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap ling \kungan secara unik” Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut.
1)      Karakter
2)      Temperamen
3)      Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu).
4)      Stabilitas emosi,
5)      ResponsibilitaS (tanggung jawab),
6)      Sosiabilitas,
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan
1)      Fisik.
2)      Inteligensi.
3)      Keluarga.
4)      Teman sebaya (peer group).
5)      Kebudayaan.
c.  Perubahan Keprbadian
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubaha ke dalam tiga kategori, yaitu:
1)      Faktor organik, seperti: makanan, obat, infeksi, dan gangguan organik.
2)      Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: pendidikan, nekreasi dan partisipasi sosial.
d. Karakteristik Kepribadian
E.B. Hurlock (1986) mengemukakan bahwa penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (healthy personality) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut.
1)      Mampu menilai diri secara realities
2)      Mampu menilai situasi secara realistik.
3)      Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik.
4)      Menerima tanggung jawab.
5)      Kemandirian (autonomi).
6)      Dapat mengontrol emosi.
7)      Berorientasi tujuan.
8)      Berorientasi keluar.
9)      Penerimaan sosial.
10)  Memiliki filsafat hidup.
11)  Berbahagia.


Bab III
Penutup
A.   Kesimpulan
            Dalam aspek-aspek perkembangan ini terdiri dari: perkembagna fisik, bahasa, kognitif, perilaku sosial. Moralitas, dan keagamaan, perkembangan afektif, konatif, dan kepribadian.
Dalam aspek perkembangan fisik terdiri dari Perkembangan anatomis dan fisiologi. Dalam aspek perkembangan bahasa menjelaskan bahwa bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Mengenai aspek Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok , moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kasatuan dan saling berkontribusi dan bekerjasama.
         Dalam aspek-aspek perkembangan di atas saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Dan dalam aspek-aspek perkembangan itu di pengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar.

B.   Saran dan Kritik
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.
Pembaca yang budiman, semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam pembelajaran tentang lumut khususnya pada pembahasan PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK.